Oleh:
Dr.Firzhal Arzh Jiwantara, SH.MH.
Advokat Dan Dosen Magister Hukum Universitas Muhammadiyah Mataram,
Majelis Hukum Dan HAM Pimpinan Wilayah Muhammadiyah NTB 2022-2027
Dr.Firzhal Arzh Jiwantara, SH.MH.
Advokat Dan Dosen Magister Hukum Universitas Muhammadiyah Mataram,
Majelis Hukum Dan HAM Pimpinan Wilayah Muhammadiyah NTB 2022-2027
Fenomena kekacauan di ruang sidang, terutama yang melibatkan contempt of court (penghinaan terhadap pengadilan), telah menjadi perhatian besar dalam dunia hukum Indonesia. Salah satu contoh terbaru adalah perselisihan hukum yang melibatkan dua tokoh besar dalam dunia advokasi, Hotman Paris Hutapea (HPH) dan Razman Arif Nasution (RAN). Kasus ini tidak hanya menarik perhatian masyarakat karena melibatkan dua nama besar, tetapi juga karena adanya tindakan yang dapat dikategorikan sebagai contempt of court, yang berpotensi merusak kredibilitas profesi advokat dan wibawa pengadilan.
Tindak kekerasan verbal dan gangguan di ruang sidang yang melibatkan dua advokat ini, bukan hanya mengancam kelancaran proses hukum, tetapi juga merusak martabat profesi hukum itu sendiri. Dalam tulisan ini, saya akan mengkaji lebih dalam tentang kasus ini, serta dampaknya terhadap sistem hukum dan profesi advokat di Indonesia.
1. Kasus Hotman Paris Hutapea vs Razman Arif Nasution: Contempt of Court di Ruang Sidang.
Kasus ini bermula ketika Hotman Paris Hutapea (HPH) dan Razman Arif Nasution (RAN) terlibat dalam perdebatan sengit yang berlangsung di ruang sidang. Perdebatan tersebut tak hanya memicu ketegangan antara kedua pihak, tetapi juga mengarah pada gangguan ketertiban yang mengganggu jalannya sidang. Perseteruan verbal yang berkembang menjadi lebih panas, dengan kedua advokat tersebut saling melemparkan tuduhan dan sindiran yang dapat digolongkan sebagai penghinaan terhadap pengadilan dan terhadap pihak lawan.
Tindakan ini jelas-jelas melanggar prinsip dasar dalam etika profesi advokat, yang mengharuskan setiap advokat untuk menjaga kewibawaan pengadilan dan menghormati hakim serta pihak lain dalam sidang. Contempt of court yang dilakukan oleh kedua pihak ini tidak hanya merusak jalannya persidangan tetapi juga memberikan dampak buruk terhadap integritas profesi advokat secara keseluruhan.
2. Definisi dan Bentuk Contempt of Court.
Bahwa secara umum, contempt of court adalah segala tindakan yang mengganggu, menghina, atau merendahkan kewibawaan pengadilan. Bentuk contempt of court bisa berupa penghinaan verbal terhadap hakim, saksi, atau pihak yang terlibat dalam persidangan, maupun perilaku yang secara langsung mengganggu jalannya proses hukum, seperti teriakan, ancaman, atau intimidasi terhadap pihak lain.
Dalam kasus Hotman Paris dan Razman Arif, tindakan mereka bisa dikategorikan sebagai contempt of court dalam bentuk penghinaan verbal dan penghormatan yang rendah terhadap proses hukum. Ketika seorang advokat terlibat dalam perilaku seperti ini, mereka tidak hanya merendahkan martabat diri mereka sendiri, tetapi juga merusak citra dan kehormatan profesi advokat itu sendiri.
3. Implikasi dari Kasus Contempt of Court dalam Profesi Advokat.
A. Mengancam Kepercayaan Masyarakat Terhadap Proses Hukum.
Salah satu dampak paling signifikan dari kasus contempt of court seperti ini adalah hilangnya kepercayaan publik terhadap sistem peradilan. Ketika dua tokoh hukum terkemuka terlibat dalam perkelahian verbal yang merusak, masyarakat akan mulai mempertanyakan apakah sistem peradilan benar-benar efektif dan dapat dipercaya. Masyarakat mungkin merasa bahwa pengadilan adalah tempat yang tidak lagi dapat menjaga ketertiban dan kewibawaan, yang pada akhirnya merusak integritas sistem hukum itu sendiri.
B. Mencoreng Citra Profesi Advokat.
Profesi advokat adalah profesi yang mulia sering disebut officium nobile, yang seharusnya berlandaskan pada kode etik yang tinggi dan penghormatan terhadap hukum, dapat tercoreng akibat tindakan contempt of court. Dalam kasus ini, perilaku Hotman Paris dan Razman Arif menurunkan standar moral dan profesionalisme dalam dunia advokasi. Publik akan melihat profesi ini tidak lagi sebagai sebuah profesi yang dihormati, melainkan sebagai profesi yang penuh konflik dan kontroversi.
C. Menurunkan Wibawa Pengadilan.
Pengadilan adalah lembaga yang seharusnya menjadi tempat yang dihormati. Ketika pengacara yang terlibat dalam perkara di ruang sidang tidak menjaga ketertiban dan saling menghina, wibawa pengadilan pun ikut tergerus. Hal ini memperburuk persepsi bahwa hukum tidak dapat menegakkan ketertiban dengan tegas, dan membuka peluang bagi orang lain untuk melakukan hal serupa, yang pada akhirnya dapat mengguncang struktur peradilan.
D. Penyalahgunaan Posisi oleh Advokat.
Sebagai advokat, Hotman Paris dan Razman Arif memiliki kewajiban untuk menjaga independensi dan profesionalisme mereka dalam menghadapi setiap perkara. Namun, ketika mereka terlibat dalam perilaku yang melanggar etika profesi, mereka menunjukkan penyalahgunaan posisi mereka sebagai pihak yang seharusnya menjadi contoh dalam memberikan rasa hormat kepada hukum.
4. Tindakan Hukum terhadap Contempt of Court.
Contempt of court dalam kasus ini dapat dikenakan sanksi pidana maupun sanksi disiplin profesi. Berdasarkan Pasal 233 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tindakan penghinaan terhadap pengadilan dapat dihukum dengan pidana penjara atau denda. Sanksi ini berfungsi untuk menjaga integritas dan kewibawaan lembaga pengadilan.
Selain itu, profesi advokat memiliki kode etik yang mengatur perilaku para anggotanya. Dalam hal ini, Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) atau organisasi profesi lainnya dapat memberikan sanksi disiplin seperti penurunan status, suspensi, atau bahkan pencabutan izin beracara bagi advokat yang terbukti melakukan contempt of court. Sanksi ini bertujuan untuk menjaga martabat profesi dan memastikan bahwa hanya advokat yang berkompeten dan beretika yang dapat berperan dalam sistem peradilan.
5. Kesimpulan
Bahwa Kasus contempt of court yang melibatkan Hotman Paris Hutapea dan Razman Arif Nasution menjadi contoh nyata betapa seriusnya dampak dari perilaku tidak terpuji di ruang sidang. Tidak hanya mengganggu jalannya proses hukum, tindakan ini juga mencoreng integritas profesi advokat dan merusak kewibawaan pengadilan. Dalam menghadapi fenomena ini, penegakan hukum yang tegas dan disiplin profesi yang ketat sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap sistem hukum, serta untuk memastikan bahwa profesi advokat tetap dihormati dan dipercaya sebagai pilar penegak keadilan.
Komentar0
Bebas berkomentar. Sesuai Undang-undang Republik Indonesia. Link aktif auto sensor.