GpYlTUY0GpOiTSGlBSAlTSG0TY==

Pendapat Hukum Terkait Pemagaran Laut dan Klaim Hak Pembelian dari Masyarakat

Pendapat Hukum Terkait Pemagaran Laut dan Klaim Hak Pembelian dari Masyarakat

 Oleh:
Dr.Firzhal Arzhi Jiwantara, SH.MH.
Dosen Hukum Administrasi Negara Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Mataram Dan
Majelis Hukum Dan HAM Pimpinan Wilayah Muhammadiyah NTB 2022-2027


Bahwa pemagaran laut dan klaim hak atas pesisir pantai yang terjadi, terutama ketika seseorang atau badan hukum mengklaim telah membeli hak atas pesisir dari masyarakat, merupakan isu yang memunculkan berbagai pertanyaan hukum. Isu ini mencakup hak atas tanah, pengelolaan sumber daya alam, hak masyarakat adat, dan perlindungan lingkungan. Dalam analisis ini, kita akan membahas dari perspektif hukum agraria, hukum lingkungan, serta perlindungan hak masyarakat adat.

1. Pengaturan Hak Atas Tanah dan Wilayah Pesisir Laut dalam Hukum Agraria

Bahwa Di Indonesia, hak atas tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Berdasarkan UUPA, segala tanah di Indonesia pada dasarnya adalah tanah negara, kecuali tanah yang sudah diberikan hak oleh negara melalui pemberian hak atas tanah seperti Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Sewa, dan Hak Pakai. Tanah pesisir yang berada di wilayah laut atau perairan juga termasuk dalam kategori tanah negara yang dikuasai oleh negara. Sebagai bagian dari wilayah pesisir, yang seringkali berada dalam zona tanah negara atau wilayah laut yang dikuasai negara, hak kepemilikan atas tanah pesisir atau laut memiliki batasan yang ketat.

Oleh karena itu, klaim yang menyatakan bahwa individu atau badan hukum membeli hak atas pesisir dari masyarakat perlu dipertanyakan. Apakah transaksi tersebut sah secara hukum, dan apakah masyarakat memiliki hak yang sah untuk menjual tanah pesisir yang berada dalam wilayah yang dikuasai negara? Pembelian tanah pesisir oleh pihak tertentu hanya dapat dilakukan melalui prosedur hukum yang sah yang melibatkan persetujuan pemerintah, terutama Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau lembaga pemerintah yang berwenang. Jika transaksi tersebut dilakukan tanpa mengikuti prosedur yang sah, klaim tersebut dapat dianggap tidak sah dan melanggar hukum agraria.

Pemagaran laut atau pesisir pantai oleh pihak yang mengklaim memiliki hak atas wilayah tersebut, dapat memicu sengketa hukum. Pasalnya, tanah atau wilayah pesisir yang berada di kawasan laut memiliki fungsi yang penting, baik secara ekologi maupun sosial, sehingga setiap transaksi atau perubahan hak atas tanah tersebut harus dilakukan dengan hati-hati dan sesuai peraturan yang berlaku.

2. Prinsip Perlindungan Lingkungan dan Keberlanjutan Sumber Daya Alam

Bahwa Wilayah pesisir dan laut memiliki peran penting dalam keseimbangan ekosistem dan keberlanjutan lingkungan. Menurut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014), pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil harus memperhatikan prinsip keberlanjutan, yang artinya tidak hanya mengutamakan kepentingan ekonomi, tetapi juga melindungi ekosistem laut dan pesisir.

Klaim terhadap pesisir yang dilakukan dengan cara pemagaran laut bisa berpotensi merusak ekosistem pesisir yang penting bagi kehidupan biota laut, seperti terumbu karang, mangrove, dan biota laut lainnya. Pemagaran yang tidak sesuai dengan prinsip keberlanjutan dapat menyebabkan kerusakan ekosistem pesisir yang mengarah pada degradasi lingkungan, yang pada gilirannya akan memengaruhi keberlanjutan kehidupan masyarakat pesisir yang bergantung pada laut dan sumber daya alam tersebut.

Selain itu, pemerintah memiliki kewajiban untuk mengatur penggunaan wilayah pesisir dengan memprioritaskan kepentingan publik dan kelestarian lingkungan. Dalam hal ini, apabila suatu pihak melakukan pemagaran laut dan merusak lingkungan pesisir tanpa izin yang sah atau tanpa memperhatikan dampak lingkungan, maka hal tersebut bisa melanggar prinsip pengelolaan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Jika terjadi pemagaran laut dan pesisir yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka tindakan tersebut dapat ditindaklanjuti melalui jalur hukum, baik dengan mengajukan gugatan di pengadilan maupun melalui sanksi administratif oleh pemerintah.

3. Perlindungan Hak Masyarakat Adat atas Tanah Pesisir

Bahwa masyarakat adat yang tinggal di wilayah pesisir sering kali memiliki hak atas tanah dan sumber daya alam melalui hak ulayat atau hak pengelolaan adat. Dalam hukum Indonesia, hak masyarakat adat atas tanah dan sumber daya alam diakui dalam beberapa peraturan, termasuk Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Berdasarkan peraturan tersebut, masyarakat adat memiliki hak untuk mengelola dan memanfaatkan tanah serta sumber daya alam di wilayah adat mereka, yang termasuk tanah pesisir.

Namun, banyak masyarakat adat yang tidak memiliki sertifikat hukum atas tanah mereka. Dalam hal ini, klaim pembelian tanah pesisir oleh pihak luar dari masyarakat adat sering kali terjadi, tanpa memperhitungkan hak ulayat atau hak adat yang dimiliki oleh masyarakat tersebut. Transaksi jual beli yang dilakukan oleh masyarakat adat kepada pihak lain tanpa melalui prosedur hukum yang jelas dan tanpa melibatkan proses yang transparan dapat berpotensi merugikan hak masyarakat adat.

Di sisi lain, apabila pembelian tersebut tidak memperhitungkan hak adat atas tanah pesisir atau dilakukan tanpa persetujuan masyarakat adat yang sah, maka transaksi tersebut bisa dianggap tidak sah. Oleh karena itu, perlu ada perhatian khusus terhadap pengakuan hak masyarakat adat dalam pengelolaan dan transaksi tanah pesisir. Untuk melindungi hak-hak ini, pemerintah perlu memastikan adanya perlindungan dan pengakuan atas hak-hak adat melalui pembentukan regulasi yang lebih jelas terkait pengelolaan tanah pesisir oleh masyarakat adat.

4. Keabsahan Transaksi Pembelian Tanah Pesisir dan Pemagaran Laut

Bahwa Keabsahan transaksi yang mengklaim pembelian tanah pesisir dari masyarakat sangat bergantung pada prosedur hukum yang sah. Pembelian tanah atau pesisir yang dikuasai negara harus melalui izin dari pemerintah. Dalam hal ini, pihak yang mengklaim telah membeli hak atas pesisir harus memiliki dokumen yang sah dan bukti yang mendukung bahwa transaksi tersebut dilakukan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.

Jika transaksi pembelian tersebut melibatkan pihak yang tidak berwenang atau dilakukan tanpa memenuhi ketentuan hukum yang berlaku, maka transaksi tersebut bisa dianggap batal demi hukum. Selain itu, jika pemagaran dilakukan tanpa izin atau merusak lingkungan, tindakan tersebut dapat dikenakan sanksi hukum baik secara administratif maupun pidana.

5. Implikasi Hukum dan Sanksi

Bahwa Pemagaran laut atau pesisir pantai yang dilakukan tanpa memenuhi ketentuan hukum dapat menimbulkan berbagai implikasi hukum, baik bagi pihak yang mengklaim memiliki hak atas tanah pesisir maupun bagi masyarakat yang terdampak. Dalam hal ini, ada beberapa tindakan hukum yang bisa diambil:

1.Gugatan Perdata:
Pihak yang merasa dirugikan, baik masyarakat adat maupun pihak lain yang terkena dampak, dapat mengajukan gugatan perdata untuk membatalkan transaksi jual beli tanah pesisir yang dianggap tidak sah.   

2. Sanksi Administratif: Pemerintah dapat memberikan sanksi administratif berupa pencabutan izin atau peringatan jika pemagaran laut atau pesisir dilakukan tanpa izin yang sah.

3.Tindak Pidana:
Jika pemagaran laut melibatkan kerusakan lingkungan atau pelanggaran terhadap hak masyarakat adat, pelaku bisa dikenakan sanksi pidana sesuai dengan hukum yang berlaku, terutama yang terkait dengan pelestarian lingkungan dan perlindungan hak atas tanah.


Kesimpulan:

Bahwa pemagaran laut dan klaim hak atas pesisir yang dikatakan telah dibeli dari masyarakat menimbulkan berbagai isu hukum yang perlu diperhatikan secara seksama. Berdasarkan ketentuan hukum yang ada, transaksi jual beli atas tanah pesisir harus dilakukan sesuai dengan prosedur yang sah, mengingat wilayah pesisir merupakan tanah negara yang memiliki fungsi strategis. Selain itu, perlindungan terhadap hak masyarakat adat dan pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan harus menjadi prioritas utama.

Pemerintah dan lembaga yang berwenang perlu memastikan bahwa setiap transaksi yang melibatkan wilayah pesisir atau laut dilakukan dengan transparan dan adil, serta sesuai dengan hukum yang berlaku, untuk menghindari kerugian bagi masyarakat dan lingkungan.

Komentar0

Bebas berkomentar. Sesuai Undang-undang Republik Indonesia. Link aktif auto sensor.

Cari Berita Lain di Google News

Type above and press Enter to search.