GpYlTUY0GpOiTSGlBSAlTSG0TY==

Dewan NTB Minta Pemerintah Cari Peluang Tenaga Honorer Tak Lolos Administrasi PPPK

Dewan NTB Minta Pemerintah Cari Peluang Tenaga Honorer Tak Lolos Administrasi PPPK
Wakil Ketua DPRD Provinsi NTB Nauvar Furqoni Farinduan

 KANAL ONE, MATARAM - Saat ini ada 300 lebih tenaga honorer di lingkungan Pemprov NTB yang dipastikan tidak bisa diangkat menjadi tenaga pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) tahun depan. Sebab, dalam proses seleksi administrasi yang sudah dilakukan, mereka dinyatakan tidak lolos. Jumlah itu khusus non ASN di sekretariat Kantor Gubernur saja, tidak termasuk di OPD lainnya.

Sumber KANAL ONE, saat proses penjaringan adminstrasi beberapa waktu lalu, dari 350 honorer yang memasukkan berkas, hanya 30-an orang saja yang lolos administrasi.

"Itupun hanya yang adminstrasi komputer saja," jelas Sumber ini.

Sehingga para honorer tersebut merasa harapannya pupus bisa diangkat menjadi PPPK. Terutama mereka yang ber-SK di posisi cleaning servis, pramusaji, sopir, maupun pamdal. Padahal mereka punya masa kerja cukup panjang, ada yang sudah puluhan tahun.

Karena itu, mereka berharap ada kebijakan dari pemerintah daerah untuk mengakomodir. Sebab, setiap tahun ketika seleksi ASN dibuka, para honorer tersebut selalu memasukkan berkas. Tapi tetap tidak lolos administrasi.

"Banyak yang sudah bekerja di administrasi komputer, tetapi karena SK dari awal sebagai Pamdal misalnya, tetap tidak lolos," ujarnya lagi.

Terpisah, Wakil Ketua DPRD Provinsi NTB Nauvar Furqoni Farinduan mengatakan, pemprov perlu mencari celah untuk mengakomodir honorer ini. Apalagi, mereka punya masa kerja yang cukup lama.

"Memang untuk PPPK ada syarat obyektif yang harus terpenuhi. Tapi kalau ada peluang dibantu saja secara maksimal," harapnya.


Sebab, harus diakui mereka punya dedikasi untuk pemprov. Oleh karena itu, Farin berpendapat, perlu ada penilaian-penilaian yang menjadi indikator dalam pengangkatan mereka. Seperti dilihat masa kerja hingga rekam jejaknya sebagai tenaga honorer di lingkungan Pemprov NTB.

"Apalagi mereka punya rekam jejak baik, kalau memang ada justifikasi, ada ruang subyektif, semestinya jadi prioritas. Sejauh kinerja bagus, mungkin layak diperjuangkan," imbuh Politisi Partai Gerindra itu.

Tentu saja dengan catatan tidak melanggar ketentuan yang berlaku. Menurut Farin, ruang subyektivitas itu bisa dimusyawarahkan di tingkat pemerintah daerah. Sehingga honorer yang tidak bisa diangkat, akhirnya bisa tetap diakomodir.

"Harus dibuat alat ukur. Inilah yang saya maksud ruang justifikasi subyektif itu," tutupnya.

Penulis: KO_03
Editor: Hadi

Komentar0

Bebas berkomentar. Sesuai Undang-undang Republik Indonesia. Link aktif auto sensor.

Cari Berita Lain di Google News

Type above and press Enter to search.